Kamis, September 30, 2010

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pamong Belajar Perlu Segera Ditetapkan

Ketika saya ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendapatkan fakta bahwa di terdapat empat Sanggar Kegiatan Belajar yang belum memiliki Pamong Belajar. Pemerintah daerah belum bisa mengangkat Pamong Belajar diduga karena belum memiliki landasan hukum yang kuat sebagai dasar membuka formasi CPNS untuk Pamong Belajar.
Dasar hukum yang dimaksud adalah peraturan setingkat menteri yang dijadikan dasar atau standar kualifikasi akademik jabatan tertentu. Di daerah lain juga terjadi situasi seperti di Kaltim, yaitu banyak UPTD BPKB atau SKB yang kekurangan tenaga fungsional Pamong Belajar namun tidak bisa berbuat banyak, sudah berusaha mengajukan usulan ke dinas/pemerintah daerah tetapi tidak kunjung mendapatkan tambahan tenaga fungsional Pamong Belajar. Bahkan terdapat kecenderungan di beberapa daerah Pamong Belajar semakin berkurang, karena banyak Pamong Belajar yang diangkat menjadi pejabat struktural namun tidak segera mendapatkan pengganti Pamong Belajar baru.


Sebenarnya standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar sudah selesai disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sejak bulan Desember 2007, draft sudah disampaikan kepada Mendiknas (waktu itu Bambang Sudibyo) bersama dengan draft standar kualifikasi dan kompetensi Penilik, Tutor dan Instruktur. Jadi terdapat empat draft naskah standar kualifikasi akademik dan kompetensi yang mengatur pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal (PTK PNF) yang dihasilkan oleh BSNP. Namun demikian sampai sekarang, bahkan Mendiknas sudah berganti, keempat draft naskah tersebut belum diteken menjadi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Informasi dari sumber yang dipercaya Mendiknas Bambang Sudibyo, waktu itu, belum bersedia menandatangani keempat naskah tersebut karena khawatir akan adanya tuntutan sertifikasi dari keempat kelompok PTK PNF dan ujung-ujungnya menuntut tunjangan profesi.


Belum ditandatanganinya keempat naskah tersebut menjadi Permendiknas jelas merupakan cerminan bahwa pendidikan nonformal ibarat anak tiri dalam keluarga besar sistem pendidikan nasional. Dan selama dua tahun terakhir, para pengguna belum berbuat banyak. Oleh karena itulah saatnya organisasi profesi Pamong Belajar, yaitu Ikatan Pamong Belajar Indonesia, akan mendorong untuk segera diterbitkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi Pamong Belajar. Namun demikian, sebelum ditetapkan perlu ada beberapa revisi terkait dengan perkembangan yang terjadi.


Pertama, hasil pembahasan revisi Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya ditetapkan bahwa kualifikasi akademik minimal Pamong Belajar adalah sarjana kependidikan, hal ini berbeda dengan naskah final yang disusun oleh BSNP yaitu sarjana pendidikan luar sekolah atau atau program studi lain yang relevan (seperti: Penyuluhan Pertanian, Kesejahteraan Sosial, Sosiatri, dan Sosiologi Pedesaan).  Rumusan tersebut sudah barang tentu harus disesuaikan dengan naskah final Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. Diskusi mengenai apakah kualifikasi akademik Pamong Belajar hanya sarjana PLS atau bisa diperluas tampaknya bisa disudahi dengan mengambil jalan tengah yaitu dalam naskah BSNP dirubah menjadi: (1) sarjana pendidikan luar sekolah; (2) sarjana pendidikan anak usia dini; atau (3) sarjana kependidikan lainnya. Artinya menutup kemungkinan sarjana non kependidikan, termasuk penyuluh pertanian, kesejahteraan sosial, sosiatri dan sosiologi pedesaan sebagaimana tercantum dalam naskah final BSNP.


Kedua, standar kompetensi Pamong Belajar sebagaimana tercantum dalam naskah final BSNP juga harus direvisi menyesuaikan hasil revisi Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. Dalam naskah final BSNP disebutkan bahwa Pamong Belajar memiliki lima tugas pokok yaitu pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, dan pengembangan model. Sedangkan hasil pembahasan revisi jabatan fungsional dinyatakan bahwa tugas pokok Pamong Belajar terdapat tiga, yaitu kegiatan belajar mengajar, pengkajian program dan pengembangan model PNFI. Oleh karena itu dua naskah tersebut sebelum diterbitkan menjadi peraturan perundangan hendaknya dilakukan sinkronisasi terlebih dahulu. Selanjutnya uraian kompetensi profesional naskah final Badan Standar Nasional Pendidikan pada kompetensi inti “Memiliki kemampuan manajerial tentang kelembagaan dan pengembangan program” perlu dilakukan pencermatan. Memperhatikan rumusan uraian kompetensi inti  naskah final yaitu kompetensi (22.1) Mengelola sarana dan prasarana lembaga dalam rangka pendayagunaan secara optimal; (22.2) Mengelola keuangan lembaga sesuai prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien; (22.3) Mengelola katatusahaan lembaga dalam mendukung kegiatan-kegiatan lembaga; dan (22.11) Melakukan pengawasan, supervisi, dan monitoring program pembelajaran, pembimbingan, dan/atau pelatihan; perlu dilakukan kajian apakah keempat kompetensi tersebut sesuai dengan status pamong belajar sebagai pendidik pada pendidikan nonformal. Bukankah ketiga kompetensi pertama merupakan kompetensi profesional bagi tata usaha, sedangkan kompetensi keempat (22.11) merupakan kompetensi penilik satuan pendidikan nonformal.


Tidak ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan, termasuk upaya sinkronisasi kedua naskah final tersebut. Karenanya organisasi profesi Pamong Belajar (Ikatan Pamong Belajar Indonesia) akan terus berupaya untuk mendorong pemangku kepentingan melakukan penyelarasan pada naskah final standar kualifikasi akademik dan kompetensi Pamong Belajar sebelum diterbitkan menjadi Peraturan Mendiknas (Permendiknas).
(Fauzi Eko P.)