Rabu, September 29, 2010

TELAAH KRITIS GERAKAN PEMBERANTASAN BUTA HURUP

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Data memperlihatkan bahwa layanan pendidikan Peserta didik di Indonesia masih termasuk sangat memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2001 (Jalal, 2003: 20) jumlah Buta Huruf 14 - 46 tahun di Indonesia yang telah mendapatkan layanan pendidikan baru sekitar 28% (7.347.240 orang). Khusus Peserta didik usia 14 - 46 tahun, masih terdapat sekitar 10,2 juta (83,8%) yang belum mendapatkan layanan pendidikan. Masih banyaknya jumlah Peserta didik yang belum mendapatkan layanan pendidikan tersebut disebabkan terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi Peserta didik KF.


Layanan pendidikan kepada Peserta didik KF merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Peserta didik selanjutnya hingga tuntas. Hal ini diperkuat oleh Hurlock (1991: 27) bahwatahun-tahun awal kehidupan Peserta didik merupakan dasar yang cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dan perilaku Peserta didik sepanjang hidupnya.
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan sejak usia dini. Setiap Peserta didik memiliki bakat kreatif dan ditinjau dari segi pendidikan, bakat kreatif dapat dikembangkan dan karena itu perlu dipupuk sejak dini. Bila bakat kreatif anak tidak dipupuk maka bakat tersebut tidak akan berkembang, bahkan menjadi bakat yang terpendam yang tidak dapat diwujudkan.
Melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi Peserta didik yaitu melalui bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa (2005: 164) bahwa: “Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”.
Dalam proses pembelajaran di kelompok bermain, sampai degan pemberantasan Buta Huruf melalu Keaksaraan Fungsional adalah proses pembelajaran bermain merupakan mengajar buta Huruf dan Buta Aksara. Diungkapkan oleh Munandar (2004: 94) bahwa penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara sikap bermain dan kreativitas. Namun, jelas Froebel (Patmonodewo, 2003: 7), bermain tanpa bimbingan dan arahan serta perencanaan lingkungan di mana anak belajar akan membawa Peserta didik pada cara belajar yang salah atau proses belajar tidak akan terjadi. Ia mengisyaratkan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidik bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan anak agar menjadi kreatif.
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana proses pembelajaran untuk mengembangkan kreativitas Peserta didik KF pada Kelompok dan Program yang sudah ada ?
2.Bagaimana bentuk kreativitas Peserta didik KF yang dikembangkan dalam Kelompok nya masing-masing?
3.Apakah faktor pendukung dan penghambat kreativitas Peserta didik KF pada Kelompok dan Progaran yang sudah terbentuk?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Buta hurufsecara sederhana biasa diartikan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk mengenal huruf latin (membaca) dan angka (menghitung). Buta huruf selalu diasosiasikan dengan keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan simbol-simbol ketakberdayaan lainnya, bahkan angka buta huruf menjadi salah satu indikator dalam mengukur Human Development Index (HDI) suatu negara. Oleh karena itu, fenomena buta huruf ini menjadi salah satu isu utama dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia. Bahkan salah satu butir pokok Kesepakatatan Dakar (The Dakar Framework for Action) yang sudah menjadi kesepakatan dunia dalam hal pengembangan sumber daya masnusi adalah “Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa”
Data Biro Asia Pasifik Selatan untuk Pendidikan Orang Dewasa (South Pacific Bureau for Adult Education/ASPBAE), di seluruh dunia, penyandang buta hurufmasih pada kisaran angka 1 milyar lebih, yang tersebar di berbagai negara berkembang terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Di Indonesia sendiri, sampai tahun 2004 data BPS menunjukan bahwa jumlah masyarakat yang masuk kategori buta huruf usia 15 tahun ke atas masih sekitar 15,4 juta orang lebih,dimana 81,26% tersebar di 9 provinsi yaitu : Jatim (29,32%), Jateng (21,39%), Jabar (10,66%), Sulsel (6,07%), NTB (4,29%), NTT (2,51%), Papua (2,49%), Banten (2,41%), dan Kalbar (2,13%).
Masih tingginya angka buta huruf ini tentunya merupakan sesuatu yang memiriskan, padahal kegiatan ini sudah dimul