Kamis, September 30, 2010

Pamong Belajar bisa punah

Pada kesempatan rapat asosiasi PTK PNF tingkat pusat, pada tanggal 24 Maret 2010, bertempat di Direktorat PTK PNF dan di hadapan Direktur PTK PNF beserta jajarannya, saya menyampaikan bahwa memperhatikan kondisi sekarang dan jika dibiarkan maka Pamong Belajar lama kelamaan akan habis. Sejak berlakunya otonomi daerah terdapat kecenderungan jumlah Pamong Belajar berkurang.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan berkurangnya Pamong Belajar, yaitu (1) dipromosikan ke dalam jabatan struktural atau jabatan lainnya; (2) memasuki masa pensiun, dan (3) mengajukan diri mutasi menjadi guru. Namun semua itu tidak diimbangi dengan rekrutmen Pamong Belajar yang memadai. Bahkan di sebagian besar daerah (provinsi dan kabupaten/kota) rekrutmen Pamong Belajar tidak pernah dilakukan sejak BPKB dan SKB diserahkan kepada daerah.

Sulitnya sebagian daerah melakukan rekrutmen Pamong Belajar baru (CPNS) terkendala belum adanya standar kualifikasi Pamong Belajar. Oleh karenanya pada kesempatan itu, saya selaku Ketua Umum IPABI mendorong agar Mendiknas melalui Dit PTK PNF untuk segera menerbitkan standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar dengan beberapa revisi sebagaimana surat usulan PP IPABI yang sudah dilayangkan ke BSNP. Kebetulan saat itu, Prof Dr. Djamaris selaku tim akademisi direktorat yang juga anggota BSNP, ikut hadir dalam rapat, dan sudah menyimak. Gayung bersambut, selesai rapat saya berdiskusi dengan Prof Djamaris untuk tindak lanjutnya. Beliau menyanggupi persoalan ini akan dibawa pada rapat pleno BSNP. Namun kita juga diminta untuk memberikan masukan konkrit terkait dengan usulan revisi standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar. Usulan konkrit PP IPABI sudah tercantum dalam surat ke BSNP nomor 07/2/10 tanggal 2 Februari 2010 tentang Revisi Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Pamong Belajar. Kini tinggal menunggu hasil pembahasan sidang pleno BSNP.

Namun demikian, sudah dua bulan PP IPABI menyampaikan usulan revisi ke BSNP hingga kini belum ada respon dari BSNP. Hal ini berbeda dengan usulan amandemen PP 19 Tahun 2005 agar memasukkan pasal atau ayat tentang Pamong Belajar secara cepat ditanggapi oleh Kementrian Pendidikan Nasional melalui Biro Hukum dan Organisasi. Terhadap tanggapan Biro Hukum dan Organisasi Kemendiknas PP IPABI sudah pula memberikan tanggapan balik (surat nomor 14/III/2010 tertanggal 15 Maret 2010 tentang Balasan Telaahan atas Usulan Amandemen PP 19 Tahun 2005), di antaranya adalah agar Mendiknas segera menerbitkan Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pamong Belajar. Surat tanggapan balik ke Biro Hukum dan Organisasi juga ditembuskan ke BSNP.

PP IPABI dan Pamong Belajar se-Indonesia selalu menunggu dan menunggu terbitnya standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar sebagai salah satu senjata untuk menghindari kepunahan Pamong Belajar di republik tercinta ini. Karena dapat dijadikan dasar untuk melakukan rekrutmen dan pembinaan Pamong Belajar. Senjata lainnya yang juga ditunggu oleh Pamong Belajar se-Indonesia adalah Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya sebagai revisi aturan lama (25/KEP/MK.WASPAN/6/1999) yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi obyektif saat ini. Sebenarnya Kementrian PAN dan Reformasi Birokrasi tidak punya alasan kuat untuk menunda terbitnya peraturan tersebut, semakin lama diterbitkan semakin memberikan ketidakpastian terhadap posisi Pamong Belajar. Hal tersebut patut dipahami bahwa di dalam draft tercantum adanya ketentuan formasi dan rekrutmen Pamong Belajar pada SKB/BPKB/BPPNFI/P2PNFI. Paling tidak keluarnya aturan tersebut akan memberikan rambu-rambu bagi SKB baru untuk melakukan usulan rekrutmen Pamong Belajar baru kepada pemerintah daerahnya.

Di Provinsi Kalimantan Timur terdapat empat SKB yang belum memiliki Pamong Belajar definitif, yaitu SKB Sangata (berdiri 2006); SKB Nunukan (berdiri 2006); SKB Tanah Tidung (berdiri 2009); SKB Kota Samarinda (berdiri 2009). Sementara itu di Jawa Tengah paling tidak ada empat SKB baru di Kabupaten Sragen, empat SKB baru di Kabupaten Boyolali, dan di SKB Kebumen baru ada 2 orang Pamong Belajar. Kondisi minimnya Pamong Belajar juga terjadi di SKB Kota Batam Kepulauan Riau yang hanya memiliki 3 orang Pamong Belajar. Kekurangan jumlah Pamong Belajar juga terjadi pada sebagian SKB di Provinsi Aceh, NTB dan Sulawesi Selatan. BPPNFI Provinsi Banten (yang merupakan UPTD Dinas Provinsi Banten) sampai sekarang juga belum memiliki Pamong Belajar. Baru saja saya mendapatkan informasi bahwa SKB Ponorogo Jawa Timur pada tahun 2007 dan 2008 merekrut Pamong Belajar dari CPNS golongan II/a (pendidikan SMA)! Inilah kondisi suram sebagai akibat belum adanya rambu-rambu yang berupa standar kualifikasi akademik dan kompetensi Pamong Belajar serta PermenPAN revisi Jabatan Fungsional PB dan angka kreditnya sebagai dasar bagi daerah (baca: BKD) untuk merekrut Pamong Belajar baru.
Kondisi ini jika dibiarkan terlalu lama maka bukan tidak mungkin jumlah Pamong Belajar akan semakin cepat berkurang karena tidak sedikit Pamong Belajar yang akan memasuki masa pensiun, paling tidak dalam jangka waktu lima tahun mendatang terdapat 276 orang atau 7,63% yang akan pensiun. Hal ini belum lagi Pamong Belajar yang menduduki golongan ruang III/d ke atas berpotensi untuk dimutasikan ke dalam jabatan struktural oleh pemerintah daerahnya. Sementara itu Pamong Belajar yang berada pada kisaran usia 25-30 tahun banyak yang sedang mempertimbangkan untuk pindah ke dalam jabatan guru.
(Fauzi EP