Jakarta (23 Juli 2010). Suasana di lantai 18 Gedung D Kompleks  Kementrian Pendidikan Nasional malam itu jauh dari kesan formal. Padahal  balutan acara malam itu adalah audiensi 11 forum/asosiasi profesi  pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal (PTK PNF) bersama  dengan Wakil Mendiknas, dimana dalam surat yang ditujukan kepada seluruh  Ketua Umum diminta untuk menyiapkan paparan selama 5-7 menit. Ruang  sidang pun sudah disiapkan bak ruang rapat dengar pendapat di DPR, 
yang terletak di bagian ujung selatan lantai 18 Gedung D. Saya pun sudah menuju ke sana untuk menyiapkan diri, secara mental maupun material.
yang terletak di bagian ujung selatan lantai 18 Gedung D. Saya pun sudah menuju ke sana untuk menyiapkan diri, secara mental maupun material.
Namun pada selepas maghrib Bapak Erman Syamsudin memerintahkan agar  acara berlangsung di hall yang disiapkan untuk acara makan malam.
Organ  tunggal dan dua orang penyanyi yang sedianya hanya mengiringi acara  makan malam pun disetting untuk mengawal acara bertajuk audiensi ini  sampai selesai. Jadilah acara malam itu menjadi acara yang sangat cair  jauh dari kesan formal, dan memang begitulah semestinya kemasan acara  untuk kalangan pendidikan nonformal. Acara diawali dengan lantunan lagu  kenangan lama, baru satu lagu diperdengarkan sejurus kemudian tampak  Bapak Prof. dr, Fasli Djalal, PhD memasuki ruangan. Satu hal yang sangat  membuat seluruh pengurus forum/asosiasi PTK PNF tersanjung adalah  kehadiran Wamendiknas diikuti pula dua orang Dirjen yaitu Dirjen PNFI  dan Dirjen PMPTK, dua direktur yaitu Direktur Pendidikan Kesetaraan dan  Direktur PTK PNF serta Sekretaris Ditjen PNFI. Hal ini menunjukkan bahwa  keberadaan 11 forum/asosiasi dipandang sangat penting sebagai mitra  dalam mengembangkan pendidikan nonformal.
Sementara itu, para Ketua Umum forum/asosiasi sudah mulai menggerutu  karena balutan acara berubah. Namun ketika seluruh Ketua Umum dipanggil  maju ke depan untuk duduk menghadap audien dan satu per satu diminta  menyampaikan paparan yang intinya berisi berisi usulan dan permasalahan  yang dihadapi, kontan sungut-sungut itu pun berubah. Dengan gayanya yang  khas serta bak host acara debat di salah satu acara televisi, Bapak  Erman Syamsudin memimpin acara itu dan memberikan prolognya. Sejurus  kemudian menanyakan siapa yang akan menyampaikan paparan singkat pertama  kali, kontan Ketua Umum IPABI angkat tangan. Bukan langsung diminta  untuk bicara, namun Direktur PTK PNF itu meminta pula Ketua Umum IPI,  Endro Harjanto, untuk berdiri. Jadilah dua Ketua Umum yang sudah  berkoalisi itu berdiri di hadapan hadirin dan dijelaskan oleh Bapak  Erman Syamsudin bahwa acara malam ini adalah acara syukuran karena  revisi jabatan fungsional Pamong Belajar dan Penilik sudah  ditanda-tangani oleh Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi. Pernyataan itu  kemudian disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Sebagaimana sudah diniatkan sejak keberangkatan, maka Ketua Umum  IPABI menyampaikan usulan agar segera diterbitkan Permendiknas tentang  Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pamong Belajar sebagai pintu masuk  sertifikasi kompetensi Pamong Belajar. Dalam bahasa Ketum IPABI “mohon  jadikan Pamong Belajar menjadi jabatan yang terstandar di republik  ini…”. Terbitnya standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar ini  akan menutupi kekosongan hukum karena Pamong Belajar belum diatur  standarnya dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005. Secara  definisi atau pengertian, Pamong Belajar memang sudah diatur dalam PP  nomor 17 Tahun 2010 namun belum mengatur dari sisi aspek standar sebagai  pendidik.
Dari jajaran Dit PTK PNF diperoleh penjelasan bahwa usulan IPABI  sudah ditanggapi, staf ahli Mendiknas sudah memberikan petunjuk agar  draf standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar dikaji kembali.  Pada bulan Juni telah dilakukan kajian draf final, dan hasil kajian  dikirim ke Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk ditanggapi dan  dikaji kembali. Hasil kajian dan revisi harus diolah kembali oleh BSNP  karena standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar merupakan ranah  BSNP walaupun produk hukumnya berupa Peraturan Mendiknas  (Permendiknas). 
Karena itu IPABI berpandangan bahwa terkait dengan tuntutan dua  payung hukum Pamong Belajar sudah pada jalurnya kembali, bahkan revisi  jabatan fungsional Pamong Belajar sudah diterbitkan oleh Menteri PAN dan  RB. Tugas kita bersama untuk mendorong agar BSNP tidak terlalu lama  mengkaji dan merevisi standar kualifikasi dan kompetensi Pamong Belajar  untuk segera diterbitkan menjadi Permendiknas.
Karena itulah paling tidak tinggal dua langkah lagi menuju sertifikasi  kompetensi Pamong Belajar, pertama terbitnya standar kualifikasi dan  kompetensi Pamong Belajar, kedua adanya pendidikan profesi Pamong  Belajar.
Untuk menuju adanya pendidikan profesi Pamong Belajar, Ketua Umum  IPABI sudah melakukan pendekatan sejak 9 Januari 2010 yang dimulai dari  jurusan PLS UNJ, UNY dan UNES yang akhirnya bermuara pada Temu Kolegial  Jurusan PLS se-Indonesia pada tanggal 6-8 Juli 2010, walaupun masih  sebatas rekomendasi. Barangkali pendidikan profesi Pamong Belajar kurang  seksi dimata teman-teman jurusan PLS karena kecilnya jumlah Pamong  Belajar, sehingga barangkali kurang menarik untuk diproyekkan dibanding  dengan pendidikan dan latihan profesi guru. Namun demikian semangat  untuk mengartikulasikan adanya pendidikan profesi pantang surut.  Kebetulan IPABI diminta untuk memetakan kualifikasi Pamong Belajar pada  acara Sinkronisasi dan Koordinasi Peningkatan Kualifikasi PTK PNF di  Banjarmasin pada tanggal 14-16 Juli 2010. Saya selaku Ketua Umum IPABI  pada kesempatan itu menyampaikan bahwa Pamong Belajar yang belum sarjana  sangat kecil jumlahnya, dan sebagian besar dari mereka saat ini sedang  mengikuti pendidikan sarjana serta sebagian lagi mendekati pensiun.  Artinya, program peningkatan kualifikasi Pamong Belajar yang belum  berkualifikasi sarjana sangat kurang seksi. Saya sampaikan pada  pertemuan di Banjarmasin itu bahwa jika sosialisasi PermenPAN dan RB  tentang jabatan fungsional Pamong Belajar yang baru dilakukan ke seluruh  daerah, niscaya akan terjadi rekrutmen Pamong Belajar baru secara  bergelombang dan ia harus memenuhi syarat memiliki sertifikat pendidikan  profesi (menurut draf standar kualifikasi Pamong Belajar). Dan  pendidikan profesi Pamong Belajar ini menjadi ranah pendidikan tinggi  (jurusan PLS). Karena itulah, sekali lagi, Ketua Umum IPABI pada  kesempatan di Banjarmasin itu mengusulkan adanya pendidikan profesi  Pamong Belajar sebagaimana sudah diatur pada guru.
Akhirnya, setelah sebelas Ketua Umum asosiasi/forum menyampaikan  paparan dan ditanggapi langsung oleh Wamendiknas dan dua Dirjen, serta  Direktur Pendidikan Kesetaraan dan Sesdirjen maka acara kembali cair dan  diliputi kegembiraan ditingkahi dengan suara penyanyi serta sumbangan  lagu-lagu dari Ketua asosiasi/forum. Nah, kalau untuk urusan ini Ketua  Umum IPABI mendingan disuruh orasi lagi dari pada diminta menyanyi…   [Fauzi EP/Ketum PP IPABI]